Kamis, 20 Januari 2011

ISO Untuk Percetakan tidak fair, benarkah ?

Buat kalangan percetakan yang mengejar order untuk tujuan export ke eropa maupun amerika bahkan untuk produk cetak berkualitas di pasar lokal, pasti tidak aneh dengan kalimat ISO atau standard cetak. Semua menuju ISO untuk membuktikan keberadaan dan kemampuan hasil cetaknya.

Data ISO di buka dan latihan cetak yg di sesuaikan dengan data ISO di garap di mana 2x bak epidemi. Membaca ISO atau standard value hasil cetak dari tinta CMYK seolah olah bak mantra sakti. dari semua itu jarang yang bertanya pakai kertas jenis apa dan tinta dari mana saat ISO itu di buat. Kertas model apa yg dipakai. Atau tinta dari suplier mana, eropa, amerika atau asia. Semua tidak dibuka dengan lebar.

Ini yg menjadi hal ketidak fair-an data ISO. Tinta di minta memperoleh hasil Lab yg di sesuaikan dengan ISO. Padahal perkembangan dan manufacture pigment dan resin sudah berubah. dan ini mengakibatkan cyan yg dahulu tidak bisa di produksi lagi saat ini dengan persis.(100%) ada deviasi di sana sini. resin yang tidak stabil mengakibatkan warna menjadi sedikit kearah yellowish atau reddish. Pigment yg tidak tercontrol saat produksi mengakibatkan warna yellow tidak se kuning dahulu kala.

Apakah memungkinkan membuat standard ISO warna L*a*b untuk Pigment dari pabrik nya? dan membuat ISO untuk standard pembuatan pigment saat membuat kualifikasi warna CYMK. mungkinkah? ini tantangan sekaligus bahan diskusi yg bisa di argumentasikan dengan aktual.

Ambil contoh, Blue PB 15-3 yg di priduksi dari korea, akan berbeda hasilnya dengan yg di hasilkan dari china. harus ada proses adjustmen disana. baik % resin maupuan metode manufacture di sana.

Sanggupkah mendobrak tradisi ISO yg hanya berakhir di percetakan? adilnya di mulai dari Pigment dan resin yg akan menudahkan proses ISO di percetakan.



Sugeng Endarsiwi
Pekerja Grafika

Tidak ada komentar: